Palangka Raya | www.palangkaraya .go.id (11/02/2015)
“Ketika mencermati http://infoperkara.pa-palangkaraya.go.id/ dari bulan kebulan selama 6 bulan terakhir dari bulan Agustus 2014 sd Januari 2015, didapat sebuah gambaran, bahwa pasangan usia 20-30 tahun atau (40%) mendominasi mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama Palangka Raya, kemudian disusul pasangan usia 31-40 (27%) dan 41-50 (16%).
Menurut analisis psikologis dari pakar psikososial, Erik Erikson (1902-1994). Fase usia awal 20-an hingga usia 30-an ditandai dengan tugas perkembangan mencari keintiman dengan seseorang. Pada usia ini, memiliki satu orang yang berharga lebih penting daripada nongkrong dengan teman geng yang jumlahnya segerombolan. Biasanya, usia 20-an hingga 30-an adalah masa berkarier secara profesional. Kehidupan manusia dihabiskan dengan berkarier. Tanpa seseorang yang dekat secara emosional, sesukses apa pun seseorang, ia pasti merasa terasing. Tugas perkembangan manusia pada fase ini adalah menemukan seseorang untuk dijadikan pasangan hidup. Apakah hasil analisis ini ada pengaruhnya terhadap kematangan usia seseorang memasuki dunia pernikahan dengan angka usia perceraian selama 6 bulan kebelakang di Pengadilan Agama Palangka Raya?
Tidak cukup mudah memberikan batasan kematangan usia. Apakah usia 19 itu matang? Ataukah usia 21, atau 24, atau berapapun. Bagaimana jika kita jumpai seorang lelaki muda, usia 16 tahun, namun sudah memiliki kematangan kejiwaan? Sudah mampu berproduksi secara ekonomi, memiliki sifat tanggung jawab, kebapakan, kepemimpinan yang menonjol, dan berbagai sifat yang diperlukan sebagai seorang suami.
Namun di sisi lain, usia 16 tahun itu masih sangat muda. Jika ia menikah pada usia itu maka ia harus rela meninggalkan dunia remaja, menuju dunia orang tua. Ia akan berstatus sebagai orang tua dalam waktu yang lama, karena nikahnya masih sangat muda. Ia akan kehilangan momentum keremajaan yang bisa lebih bebas mengekspresikan potensi, dibanding sudah berstatus sebagai suami yang terikat dengan sejumlah peran dan tanggung jawab.
Sebagaimana juga kita bisa menjumpai pemuda usia 25 tahun, namun belum memiliki visi yang jelas tentang keluarga. Bahkan ada yang bilang, banyak pemimpin bangsa yang tidak dewasa. Jadi soal usia memang relatif, namun berdasarkan pengalaman dan kejadian di berbagai wilayah, bisa diambil batas rata-rata usia kedewasaan masyarakat Indonesia. Ini semua adalah dalam rangka untuk mendapatkan kemaslahatan yang luas serta menghindari kemudharatan.
Melihat realitas usia terjadinya perceraian di Pengadilan Agama Palangka Raya, banyak saja mereka yang berusia < 20 tahun berumah tangga dimasyarakat, dapat menjalani kehidupan berumah tangga mereka dengan baik, yang penting adalah kejelasan visi. Pernikahan harus dilandasi dengan visi yang terang benderang mengenai peran-peran suami, isteri, orang tua, anak dan berbagai tanggung jawab yang ada pada masing-masing bagian tersebut. Pernikahan bukan semata-mata menyalurkan keinginan dan hasrat bilogis secara halal, namun harus disertai dengan kesanggupan untuk mengelola keluarga dengan sepenuh kemampuan diri.(MSN)
Januari 2015 : 34 Isteri di Palangka Raya Gugat Suami. Selanjutnya
EVALUASI PROGRAM KERJA TAHUN 2014 Sebelumnya