RAKOR PTA PALANGKA RAYA DI PANGKALAN BUN
(catatan perjalanan)
Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Palangka Raya mengadakan Rapat Koordinasi (Rakor) di Pangkalan Bun, 26-28 Nopember 2014 lalu. Karena rakor kali ini berbeda dari rakor-rakor sebelumnya, maka kami merasa perlu menyajikan “catatan perjalanan” di luar materi rakor.
Pagi itu, Rabu (26/11) sekitar pukul 07.00 WIB rombongan PA Palangka Raya yang terdiri dari Ketua (Drs.H.Mahbub A.,M.H.I), Wakil Ketua (Drs.H.M. Gapuri,S.H.,M.H) dan Pansek (Kamaluddin, S.Ag) meluncur dengan mobdin Kijang Innova yang ‘dinakhodai’ saudara Irwan. Mobil buatan Tahun 2014 itu melaju dengan kecepatan rata-rata 80 km/jam. Bahkan di tempat-tempat yang sepi kecepatannya bisa mencapai 120 km/jam. Hanya saja ketika memasuki wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur hujan turun cukup deras ditambah banyaknya truk pengangkut sawit dan mobil tanki pengangkut minyak sawit dalam bentuk CPO (crude palm oil) membuat perjalanan sedikit terganggu.
Sekitar pukul 12.00 WIB kami sudah sampai di Kota Sampit, Ibukota Kabupaten Kotawaringin Timur. Kota ini, selain tertata rapi juga sangat ramai. Pusat perbelanjaan seperti “Matahari” dan “Hypermart” meramaikan kota ini. Secara ekonomis, Sampit terletak di posisi strategis karena berada di jalur utama trans Kalimantan, disamping itu di kota Sampit terdapat juga pelabuhan laut yang sudah ada sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda. Praktis, kota ini terasa hidup sepanjang hari. Rombongan kami singgah di Sampit untuk makan siang, kemudian kami mampir ke PA Sampit untuk solat zuhur dan ashar (jamak taqdim).
Memasuki wilayah Kotawaringin Barat, nampak perkebunan sawit di kiri kanan jalan yang sangat luas, seluas mata memandang, karena memang sawitnya masih rendah dan usianya baru sekitar 2 tahun. Seumur-umur baru kali inilah melihat betapa luasnya areal perkebunan sawit. Andaikan saja hasil sawit berupa CPO bisa diolah di sini (tidak dikirim ke Jawa) dan menjadi produk minyak goreng yang siap dikonsumsi, tentu akan banyak menyerap tenaga kerja sekaligus meningkatkan PAD dan pendapatan masyarakat sekitarnya.
Sekitar pukul 16.00 WIB kami sampai ke Kota Pangkalan Bun, Ibukota Kotawaringin Barat. Ada nuansa Islami yang sangat kental di kota ini. Masjid cukup banyak dan megah, di pinggir jalan dihiasi oleh asma’ul husna. Bahkan di pintu gerbang kota terukir dengan indah tulisan “Allah – Mumammad”.
Sebagaimana Sampit, kota ini juga terletak di poros trans Kalimantan yang menghubungkan Kalteng dengan Kalbar. Makanya, jalan-jalan di kota ini terlihat padat oleh kendaraan bermotor. Pangkalan Bun terkenal dengan penataan kotanya yang apik, asri dan bersih. Maka tak heran bila kota ini menjadi langganan penghargaan adipura. Konon sudah 9 kali mendapatkan penghargaan tertinggi di bidang kebersihan kota tersebut, sehingga bila tahun depan berhasil mendapatkannya, maka ia akan mendapatkan adipura kencana. Suatu prestasi yang sangat luar biasa.
Kota ini punya pelabuhan laut yang cukup besar yaitu Pelabuhan Kumai yang melayani pelayaran ke kota besar di Jawa yaitu Semarang dan Surabaya. Sedangkan Pelabuhan Udara, Iskandar, menjadi pintu gerbang ke Jakarta, Semarang, Surabaya, Solo, Ketapang, Pontianak, Sampit, Banjarmasin dan Balikpapan. Dengan lancarnya akses darat, laut dan udara ke berbagai kota besar, menjadikan Pangkalan Bun berkembang pesat dari tahun ke tahun. Lebih-lebih di wilayah ini terdapat Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) yang sudah mendunia, menjadikan kota Pangkalan Bun sebagai tujuan wisatawan asing dari berbagai negara.
Upacara pembukaan Rakor diadakan di aula Kantor Bupati Kotim tepat pukul 19.30 WIB. Acara yang dibuka secara resmi oleh Ketua PTA Palangka Raya, Drs. H. Abdul Halim Syahran, SH,MH itu dihadiri oleh pejabat yang mewakili Bupati (asisten I), Ketua PN Pangkalan Bun dan sejumlah pimpinan SKPD. Ketua PTA dan Pejabat yang mewakili Bupati bertukar cendra mata usai acara pembukaan. Kegiatan malam itu dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh Pansek PTA Palangka Raya, Drs. Darmadi, Waka PTA Palangka Raya, Drs.H. Munawar dan KPTA Palangka Raya, Drs.H.Abdul Halim Syahran,SH,MH yang berakhir pada pukul 01.00 WIB. Karena padatnya kegiatan, maka diantara peserta rapat ada yang kelelahan dan jatuh sakit.
Ke Tanjung Puting
Pada hari Kamis (27/11) pukul 06.30 peserta rakor menuju Pelabuhan Kumai. Di sana sudah menuggu “Kapal Pesiar” yang akan mengantarkan kami ke Taman Nasional Tanjung Puting. Kapal berlantai dua dengan kapasitas 50 penumpang itu cukup representatif dan bersih. Ruangan di lantai dua disulap menjadi aula tempat berlangsungnya Rakor. Di lantai bawah ada dapur dan dua buah kamar kecil untuk MCK. Tersedia pula baju pelampung bila sewaktu-waktu terjadi kecelakaan di sungai. Kegiatan Rakor pagi itu diisi dengan penyampaian Progress Report PA se Kalteng yang dipandu oleh Waka PTA Palangka Raya. Kemudian bila ada masalah, maka solusinya diberikan oleh Ketua PTA, Waka PTA, Wapan dan Wasek PTA Palangka Raya.
Ketua PA Palangka Raya, Drs.H.Mahbub A.,MHI sedang menyampaikan progress report
Menyusuri Sungai Kumai yang cukup luas selama 30 menit, kemudian memasuki Sungai Sekonyer yang berkelok-kelok, semakin ke ujung semakin menyempit. Di kiri-kanan sungai ditumbuhi hutan bakau (mangrove) dan nipah yang cukup lebat, sedangkan di darat ditumbuhi berbagai pohon khas Kalimantan seperti kayu ulin, meranti, ramin, jelutung, lanan, keruing, tengkawang, belangiran dan sebagainya. Diantara pohon-pohon itu ada yang tingginya mencapai 40-50 meter dan, konon, ada yang berusia ratusan tahun. Di pepohonan itu, banyak tumbuh anggrek berwarna warni danmerupakan khazanah Kalimantan yang harus dilindungi dari kepunahan.
Ketika menyusuri Sungai Sekonyer itu, sesekali terlihat bekantan dan monyet ekor panjang berlompatan di atas pohon, sementara Enggang terbang menari-nari di atas awan. Memang, di kawasan TNTP yang luasnya sekitar 415.040 ha. itu dihuni oleh 38 jenis mamalia. Diantaranya adalah primata yang dilindungi yaitu orangutan, bekantan, owa-owa, beruang madu, kijang, kancil dan babi hutan. Juga terdapat berbagai reptil seperti buaya supit, buaya muara dan biawak.
seekor bekantan sedang santai di pepohonan
Di “Ibukota” Orangutan
Tepat pukul 11.30 WIB rombongan tiba di camp leaky yang merupakan “Ibukota” orangutan. Dan karena waktu zuhur telah tiba, maka salah seorang peserta rapat langsung mengumandangkan azan. Kami pun melaksanakan shalat zuhur dan ashar, jamak taqdim di atas kapal.
Kenapa TNTP ini dikatakan sebagai “Ibukota” orangutan? Dalam Koran Borneonews edisi Jumat (28/11-2014) dikatakan bahwa populasi terbesar orangutan di dunia ada di Indonesia. Populasi orangutan di Indonesia sekitar 61 ribu, 31 ribu diantaranya berada di Kalimantan Tengah dan sekitar 7 ribu ekor berada di TNTP. Menurut keterangan, rata-rata 15 ribu sampai 20 ribu wisatawan mancanegara mengunjungi ibukota orangutan ini. Mereka menginap antara 5-7 hari di “kota” orangutan itu untuk sekadar menikmati kehidupan “nenek moyang” mereka. Mungkin di negara mereka si “saudara tua” itu sudah sulit ditemukan, karena hutan sebagai habitat asli orangutan sudah punah. Di Kalimantan juga hutan sudah banyak yang beralih fungsi untuk perkebunan dan pertambangan, karenanya bila hal ini tidak bisa dikendalikan, bisa jadi suatu saat nanti Kalimantan sebagai habitat orangutan hanya tinggal kenangan.
Selesai shalat, kami berjalan kaki meniti jembatan kayu sepanjang 600 meter menuju gedung information centre. Di gedung ini berbagai informasi tentang TNTP dan orangutan tersaji lengkap. Hanya saja karena keterbatasan waktu, kami hanya beberapa menit berada di ruang informasi itu. Entah kenapa, ketika itu tidak ada satu pun orangutan yang menampakkan diri. Mungkin mereka sedang istirahat karena memang cuaca cukup panas. Menurut keterangan salah seorang penjaga TNTP, orangutan akan berkumpul pada saat pemberian makan pukul 14.00 WIB yang tempatnya masih satu kilometer ke dalam hutan. Tentu kami tidak bisa menunggu sampai pukul 14.00 karena harus segera kembali ke Pangkalan Bun mengikuti penutupan Rakor yang akan dihadiri oleh Bupati Kotawaringin Barat, Dr. H. Ujang Iskandar.
Peserta Rakor foto bersama di depan gedung Information Centre TNTP
Pada pukul 13.00 WIB kami pun meninggalkan TNTP untuk kembali ke Pangkalan Bun. Di kapal, kegiatan Rakor dilanjutkan dengan paparan oleh Waka PTA Palangkaraya tentang Rangkuman Temuan Pengawasan dan Pembinaan di Pengadilan Agama se Kalimantan Tengah. Selesai pemaparan tersebut dilanjutkan dengan “diskusi” tentang berbagai hal yang menyangkut tupoksi Pengadilan Agama. Saking asyiknya diskusi, tak terasa kapal sudah hampir memasuki Sungai Kumai yang berarti sebentar lagi akan akan sampai ke pelabuhan Kumai. Maka acara pun diakhiri.
Pada pukul 19.15 WIB kegiatan Rakor ditutup secara resmi oleh Bupati Kobar, Dr.H. Ujang Iskandar di aula kantor Bupati setempat. Acara tersebut dihadiri juga oleh Wakil Ketua DPRD, Waka PN Pangkalan Bun dan para pimpinan SKPD. Pada kesempatan itu Bupati berkenan menyerahkan sertifikat dari Dirjen Badilag kepada Pengadilan Agama yang berprestasi dalam rangka memperingati 25 Tahun UU Peradilan Agama (emge).
KETUA PA PALANGKA RAYA SAMPAIKAN PROGRESS REPORT DI PANGKALAN BUN Selanjutnya