Harap Tunggu...

Senin, 17 Februari 2025
» Berita » Berkunjung ke KAMPUNG ISLAM KEPAON  BALI
Berkunjung ke KAMPUNG ISLAM KEPAON  BALI
  

Berkunjung ke
KAMPUNG ISLAM KEPAON  BALI

gbr
saat berkunjung ke rumah Pak Ishaq di Kampung Islam Kepaon, Bali

Hari itu, Sabtu (10/10/2015),  sebelum mengikuti upacara Pembukaan Turnamen Tenis Ketua Mahkamah Agung Cup saya dan ibu-ibu rombongan PA Palangka Raya  berbelanja di Pasar Tradisional Badung, Bali. Tiba-tiba hp saya berdering… dan ternyata Pak Ishaq (kawan waktu pendidikan cakim di Bandung Tahun 1994) mau mengajak saya jalan-jalan. Saya bilang bahwa saya dan ibu-ibu sedang berada di Pasar Badung. Tak lama, beliau pun menjemput kami di Pasar Badung.

Kami pun meluncur menelusuri jalan-jalan utama di Kota Denpasar, lalu berhenti di Pusat  Oleh-Oleh  Bali “Erlangga 2”. Selesai belanja, Pak Ishaq membawa kami ke RM Muslim untuk makan siang. Dari situ kami pun dibawa ke Kampung Islam Kepaon yang merupakan tempat kelahiran dan sekaligus tempat tinggal Pak Ishaq. Ya, Pak Ishaq memang asli orang Bali.

***

Selama ini orang menganggap Bali  hanya satu budaya dan agama yaitu Hindu. Anggapan itu didasari karena mayoritas penduduk Bali beragama Hindu dan budayanya pun diwarnai oleh budaya Hindu. Tapi tahukan anda, ternyata di Pulau Seribu Pura ini terdapat komunitas Muslim yang tinggal di Kampung Islam Kepaon,   terletak di Kabupaten Badung.

Menurut Pak Ishaq, komunitas ini terbentuk dari “migrasi” atau pendatang dari Makassar dan Madura. Kedatangan mereka ke sana diperkirakan sudah ratusan tahun yang lalu. Sebagai kelompok minoritas, umat Islam di Kampung Islam Kepaon harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan setempat  yang mayoritas Hindu. Misalnya bila Hari Raya Nyepi, masyarakat muslim Kampung Kepaon ikut menghormatinya dengan cara mematikan lampu.

Akulturasi adat kebiasaan memang telah lama terjadi di kampong Islam Kepaon. Mereka hidup rukun berdampingan dengan umat Hindu setempat. Namun tentu saja akulturasi itu tidak melunturkan akidah Islamiyah. “Pada hari Raya Nyepi, kadang anak-anak bermain bola di jalan karena jalanan sepi, toh mereka (masyarakat Hindu) tidak merasa terganggu”, ujar Ishaq.

Hubungan Islam dan Hindu di Bali sedikit terganggu setelah peristiwa Bom Bali I Tahun 2002 dan Bom Bali II Tahun 2005. Peristiwa tragis yang menewaskan lebih dari 200 orang (kebanyakan wisatawan asing) itu sangat berdampak bagi industri pariwisata di Bali. Industri pariwisata Bali sempat “mati Suri” selama bertahun-tahun. Padahal dunia pariwisata merupakan denyut nadi ekonomi bagi masyarakat Bali.

Peristiwa Bom Bali inilah yang, konon, dikait-kaitkan dengan umat Islam, sehingga kalau ada pendatang muslim ingin mengurus dokumen kependudukan seperti KTP di Bali, agak sulit mendapatkannya. “Tapi kalau pendatang muslim itu tinggal di Kampung Islam Kepaon, tentu tidak ada masalah”, ujar Pak Ishaq.

Di Kampung Islam Kepaon berdiri sebuah masjid bernama Al Muhajirin. Saat ini  dalam proses rehab total berlantai dua. Nama Muhajirin, mungkin, mengambil istilah bagi kelompok Makkah yang Hijrah ke Madinah. Nah, para penduduk Kampung Islam Kepaon merupakan orang-orang yang hijrah dari kampung halamannya dan selanjutnya menetap di Bali.

Di Bali memang agak susah menemukan masjid. Selama saya di Bali beberapa hari hanya melihat 4 buah masjid yaitu Masjid di Bandara Ngurah Rai, Masjid Assasuttaqwa di  Kampung Bugis, Kabupaten Badung (di masjid ini kami sempat shalat maghrib), Masjid di Komp. Perumahan Elite Dreamland dan Masjid Al Muhajirin di Kampung Islam Kepaon.  Saya yakin,  jumlah masjid di Bali sangat banyak, cuma kebetulan 4 buah masjid itulah yang saya terlihat.

Mencari Mushalla juga agak susah di Bali. Sebagai contoh di lapangan tenis. Biasanya di lapangan tenis, selain disediakan WC dan kamar ganti juga disediakan mushalla. Tapi di lapangan tenis gubernuran Bali tidak ada dan tidak disediakan mushalla, padahal peserta tenis Turnamen KMA Cup dan sporternya dari seluruh Indonesia mayoritas muslim. Akhirnya banyak yang shalat di emperan lapangan atau di bawah pepohonan.

Untuk di Kampung Islam Kepaon hal itu tidak terjadi. Selain berdirinya masjid yang cukup besar, di kampung ini juga terdapat 5 buah mushalla yang selalu dimanfaatkan warga sebagai pusat kegiatan keagamaan. Di bidang pendidikan agama,  berdiri Yayasan Pendidikan Al Muhajirin yang mengelola TK dan MI (Madrasah Ibtidaiyah).

Bagi warga Bali Hindu, di setiap rumah ada “tempat sembahyang” berupa bangunan kecil dengan bentuknya yang khas. Namun tempat seperti itu tidak ditemukan di Kampung Islam Kepaon.

Asal usul Kampung Islam Kepaon

Menurut cerita, suatu hari ada rombongan perahu dari Jawa yang diterjang badai dan terdampar di pesisir Benoa dan Sanur. Rombongan yang dipimpin seorang bernama Raden Sastroningrat yang beretnis Madura itu semuanya muslim. Raja Badung, Cokorda Pemecutan III bersedia menerima mereka asalkan membantu Badung dalam peperangannya melawan Kerjaan Mengwi. Alhasil, mereka bersedia membantu Badung dan berhasil menaklukkan Mengwi. Atas kemenangan ini, Raden Sastroningrat diambil menantu oleh Raja Badung dan dinikahkan dengan anaknya bernama Anak Agung Ayu Rai. Setelah menikah, Anak Agung Ayu Rai menjadi muallaf dan mendapatkan tanah pelungguhan di Kebon, yang kemudian bernama Kepaon. Nah, dalam dekade berikutnya berdatangan perantau dari Madura, Jawa dan Bugis untuk menetap di Kepaon.

Kini Kampung Islam Kepaon dihuni oleh sekitar 300 KK atau sekitar 2.500 jiwa. Mereka menggeluti usaha di bidang pertanian, sopir, pedagang dan PNS. Sementara kaum wanita lebih banyak menekuni usaha garmen dan berdagang.(HMG/dari berbagai sumber