Harap Tunggu...

Senin, 10 Februari 2025
» Berita » SISWA MAN MODEL PELAJARI EKSISTENSI DAN KEWENANGAN PA PALANGKA RAYA
SISWA MAN MODEL PELAJARI EKSISTENSI DAN KEWENANGAN PA PALANGKA RAYA
  

www.pa-palangkaraya.go.id | Palangka Raya, Kota cantik
Menerima kedatangan Mahasiswa-mahasiswi guna melakukan Kuliah Kerja Lapangan (KKL), Praktek Pengalaman Lapangan (PPL), Penelitian/Observasi atau apapun istilah lainnya mungkin sudah hal yang biasa di Pengadilan Agama Palangka Raya. Tapi kali ini sedikit agak berbeda, dimana siswa-siswi MAN Model Palangka Raya sebanyak 34 orang mengikuti kegiatan observasi/wawancara dalam rangka mendukung Proses Belajar Mengajar (PBM) mata pelajaran Fiqih khususnya terkait materi tentang perceraian di Pengadilan Agama Palangka Raya, Senin (17/3) lalu. Rombongan mendapat paparan dari Wakil Ketua dan Panitera/Sekretaris seputar peradilan agama dan kewenangannya di aula PA setempat.

            Wakil Ketua PA Palangka Raya, Drs. H.M. Gapuri, SH,MH dalam parannya menyampaikan sejarah singkat peradilan agama sejak zaman penjajahan Belanda sampai sekarang. “Meski peradilan agama mengalami pasang surut, namun alhamdulillah tetap eksis sampai sekarang”, ujarnya.

            Pada zaman penjajahan keluar Staatsblad 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Pristerrad  atau peradilan agama yang didasarkan atas teori Receptio in Complexu-nya Van Den Berg. Teori tersebut menyatakan bahwa hukum yang berlaku bagi pribumi adalah hukum agama yang dipeluknya. Sayangnya, teori ini ditentang oleh Snouck Hurgronje yang menganut teori Receptie yaitu hukum Islam bisa dijadikan hukum manakala telah diterima oleh hukum adat setempat. Teori ini sangat merugikan masyarakat muslim karena memperkecil kewenangan peradilan Agama.

            Pada zaman kemerdekaan keberadaan peradilan agama diakui dan merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman dengan terbitnya UU No.14 Tahun 1970, namun eksistensinya masih berupa quasi pengadilan atau pengadilan yang semu karena ia tidak bisa melaksanakan putusannya sendiri. Bila PA mau melaksanakan putusannya, ia terlebih dahulu harus meminta bantuan Pengadilan Negeri (executoir verklaaring). Baru setelah terbit UU No 7 Tahun 1989 peradilan agama menjadi peradilan yang sesungguhnya karena sudah berwenang untuk melaksanakan putusannya sendiri, begitu pula putusannya tidak perlu lagi dikukuhkan di Pengadilan Negeri.

            Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Kamaluddin, S.Ag Panitera/Sekretaris juga turut memberikan paparan, bahwa Pengadilan Agama Palangka Raya sebagai pengadilan tingkat pertama bertugas dan berwenang menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah sebagaimana diatur dalam pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dalam kesempatan itu pula disampaikan tentang struktur organisasi Pengadilan Agama Palangka Raya, prosedur berperkara, layanan meja informasi, Layanan Meja I, II dan III, Pos Bantuan Hukum Pengadilan, IT dan SIADPA, produk pengadilan (putusan/penetapan) dan eksekusi. (MSN)